JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Tutik Kusuma Wardhani, menyuarakan urgensi untuk melakukan evaluasi dan penataan ulang terhadap regulasi penerima manfaat BPJS Kesehatan, terutama bagi warga negara asing (WNA) yang tinggal di Indonesia. Penekanan tersebut disampaikan oleh Tutik dalam Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI ke Provinsi Bali pada Senin 14 April 2025, setelah menerima banyak keluhan terkait kebijakan ini dari masyarakat dan tenaga medis setempat.
Kritik Terhadap Regulasi BPJS Kesehatan untuk WNA
Tutik Kusuma Wardhani mengungkapkan bahwa dia sering menerima aspirasi dari masyarakat Bali dan tenaga medis yang merasa keberatan dengan pemberian fasilitas BPJS Kesehatan kepada warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Hal ini, menurutnya, menjadi isu sensitif yang perlu mendapat perhatian lebih, mengingat efeknya terhadap sistem jaminan kesehatan nasional.
“Saya sudah banyak sekali menerima aspirasi, baik dari tenaga medis maupun masyarakat Bali. Tadi saya manfaatkan kesempatan bertemu dengan perwakilan BPJS Kesehatan untuk menyampaikan semua unek-unek itu,” ujar Tutik dalam keterangannya, Rabu 16 April 2025.
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat tersebut menyoroti bahwa peraturan yang membuka peluang bagi warga negara asing untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan, yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 111 Tahun 2013, perlu dievaluasi secara menyeluruh. Ia menilai bahwa regulasi ini memerlukan penataan ulang, khususnya dalam aspek pengawasan dan penerapan batasan untuk mencegah penyalahgunaan fasilitas kesehatan yang seharusnya lebih difokuskan untuk warga negara Indonesia.
Dampak Kebijakan BPJS Kesehatan bagi Warga Asing di Bali
Bali, sebagai salah satu provinsi dengan jumlah wisatawan asing terbesar di Indonesia, menjadi sorotan utama terkait penerapan kebijakan BPJS Kesehatan bagi warga negara asing. Banyak WNA yang tinggal di Bali lebih dari enam bulan, sehingga secara otomatis berhak menjadi peserta BPJS Kesehatan, sesuai dengan ketentuan Perpres No. 111 Tahun 2013. Namun, terdapat pertanyaan besar mengenai kontribusi mereka terhadap negara, terutama dalam hal pembayaran pajak yang dinilai tidak sebanding dengan manfaat yang mereka terima dari fasilitas kesehatan.
Tutik mengungkapkan bahwa, berdasarkan pengamatan dan aspirasi yang diterimanya, banyak warga asing yang tinggal di Bali tidak memberikan kontribusi finansial yang setara dengan fasilitas kesehatan yang mereka terima. “Sebagian besar WNA di Bali tidak berkontribusi dalam bentuk pajak kepada negara. Ini menjadi perhatian besar bagi kami, mengingat mereka mendapatkan manfaat dari program BPJS Kesehatan yang seharusnya diprioritaskan untuk warga negara Indonesia,” ujar Tutik.
Bali menjadi salah satu provinsi yang paling banyak menyerap WNA, terutama yang bekerja di sektor pariwisata. Seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan asing yang datang ke Bali, penataan regulasi mengenai hak akses mereka terhadap layanan kesehatan, termasuk BPJS Kesehatan, menjadi isu yang semakin mendesak. Oleh karena itu, Tutik menegaskan perlunya peraturan yang lebih jelas dan tegas mengenai syarat dan ketentuan bagi WNA untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Regulasi BPJS Kesehatan dan Tantangan Pengawasan
Perpres No. 111 Tahun 2013 yang mengatur bahwa WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan berhak menjadi peserta BPJS Kesehatan merupakan kebijakan yang diterapkan untuk memberikan akses layanan kesehatan yang merata. Namun, di lapangan, implementasi kebijakan ini tidak selalu berjalan lancar, terutama dalam hal pengawasan. Banyak pihak yang khawatir bahwa kurangnya pengawasan bisa menyebabkan penyalahgunaan fasilitas BPJS Kesehatan oleh WNA yang tidak berkontribusi secara ekonomi kepada negara.
Dalam pembahasannya, Tutik menekankan bahwa pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap warga asing yang menjadi peserta BPJS Kesehatan, serta menetapkan batasan yang lebih jelas terkait kategori WNA yang dapat mengakses layanan ini. “Perlu ada mekanisme yang lebih ketat dalam hal pengawasan, agar BPJS Kesehatan dapat memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat Indonesia, terutama warga negara yang memiliki kewajiban membayar pajak,” ujar Tutik.
Selain itu, dia juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan revisi Perpres No. 111 Tahun 2013 agar lebih sesuai dengan kondisi saat ini, mengingat semakin banyaknya WNA yang tinggal di Indonesia dalam jangka panjang, terutama di daerah-daerah yang menjadi tujuan pariwisata internasional seperti Bali.
Tantangan Penerapan BPJS Kesehatan untuk WNA
Salah satu tantangan besar dalam penerapan kebijakan ini adalah membedakan antara WNA yang tinggal sementara dan yang tinggal jangka panjang. Dalam konteks Bali, banyak WNA yang hanya tinggal sementara untuk tujuan wisata atau bisnis. Sementara itu, sebagian lainnya tinggal dalam waktu yang lebih lama dan bekerja di sektor pariwisata tanpa memberikan kontribusi yang setara terhadap perekonomian lokal, khususnya dalam hal pajak.
Pentingnya evaluasi terhadap regulasi ini semakin relevan dengan adanya perbedaan antara WNA yang datang dengan visa kerja dan mereka yang datang dengan visa wisata. Oleh karena itu, kebijakan yang mengatur BPJS Kesehatan perlu mengakomodasi perbedaan ini agar tidak terjadi ketimpangan dalam pelayanan kesehatan.
Evaluasi dan Penataan Ulang yang Dibutuhkan
Tutik Kusuma Wardhani menekankan bahwa evaluasi dan penataan ulang terhadap regulasi BPJS Kesehatan bagi WNA adalah langkah yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa layanan kesehatan yang diberikan tetap fokus pada kesejahteraan rakyat Indonesia. “Evaluasi ini perlu dilakukan agar BPJS Kesehatan tetap dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat Indonesia dan bukan malah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berkontribusi secara langsung terhadap negara,” tambahnya.
Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI ke Provinsi Bali ini memberikan kesempatan bagi para anggota Dewan untuk mendengarkan langsung aspirasi dari masyarakat dan tenaga medis terkait kebijakan BPJS Kesehatan yang melibatkan WNA. Diharapkan melalui evaluasi ini, pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih tepat dan menguntungkan bagi rakyat Indonesia, sekaligus menjaga keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional.
Penataan Ulang Diperlukan untuk BPJS Kesehatan
Dengan semakin banyaknya WNA yang tinggal lebih dari enam bulan di Indonesia, terutama di Bali, penataan ulang terhadap regulasi BPJS Kesehatan menjadi suatu hal yang mendesak. Penerapan kebijakan yang lebih ketat dalam hal pengawasan dan pembatasan akses bagi WNA diharapkan dapat meminimalisir penyalahgunaan fasilitas kesehatan yang selama ini dinikmati oleh mereka tanpa kontribusi yang memadai bagi perekonomian Indonesia. Pemerintah diharapkan segera melakukan evaluasi terhadap Perpres No. 111 Tahun 2013 agar dapat memperbaiki sistem yang ada, memastikan BPJS Kesehatan tetap memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.